Jumat, 04 Juli 2014

Antara Fiktif Dan Realitas

          Fenomena yang terjadi saat ini dalam industri pertelevisian Indonesia telah mengalami krisis kreativitas. Televisi hanya mengejar rating dan keuntungan, tapi tidak memperhatikan mutu dan kualitas dari acara-acara yang ditayangkan. Sering kali kita melihat jika di salah satu stasiun TV mempunyai program acara yang memiliki rating tinggi dan banyak diminati masyarakat, maka stasiun TV lain akan berlomba membuat kemasan acara yang sama dengan judul berbeda. Seakan para kru dan tim kreatif acara tersebut tidak memiliki ide yang baru untuk membuat program acara lain yang berbeda. Akhirnya acara tersebut terkesan asal-asalan dan tidak memperhatikan unsur pendidikan, etika, maupun budaya bangsa kita. Dan pastinya sangat tidak layak untuk disaksikan.
       Salah satu program acara televisi yang banyak menuai kritik dan kontra dari masyarakat karena dianggap tidak layak untuk di tonton yaitu reality show. Dari beberapa artikel yang saya baca di internet dan dari hasil pengamatan saya sendiri, reality show yang ada saat ini hanya temanya saja yang bertajuk reality tapi isinya sudah bukan lagi reality. Alias sudah di rekayasa dan dibuat seolah-olah nyata, padahal pembuatannya menggunakan scenario dan penyutradaraan serta melibatkan pemain bayaran.       
            Kalau sudah begitu lalu apa bedanya reality show dengan sinetron? Kenapa dinamakan reality show, kalau isinya bukan realitas? Kenapa sutradara dan kru-nya tidak membuat sinetron saja? Hal tersebut dilakukan tidak lain karena alassan untuk menghibur dan mendapatkan rating yang tinggi.
Acara realitas (bahasa Inggris: reality show) adalah genre acara televisi yang menggambarkan adegan yang seakan-akan benar-benar berlangsung tanpa skenario, dengan pemain yang umumnya khalayak umum biasa, bukan pemeran. Acara realitas umumnya menampilkan kenyataan yang dimodifikasi, seperti menaruh partisipan di lokasi-lokasi eksotis atau situasi-situasi yang tidak lazim, memancing reaksi tertentu dari partisipan, dan melalui penyuntingan dan teknik-teknik pascaproduksi lainnya. Acara realitas biasanya menggunakan tema seperti persaingan, problema hidup, kehidupan sehari-hari seorang selebritis, pencarian bakat, pencarian pasangan hidup, rekayasa jebakan, dan diangkatnya status seseorang dengan diberikan uang banyak, atau yang perbaikan kondisi barang kepemilikan seperti perbaikan rumah atau perbaikan mobil. ( sumber : Wikipedia bahasa Indonesia).
Tapi pada kenyataannya reality show yang ada saat ini sudah banyak melenceng dari yang seharusnya. Bahkan yang terbaru reality show dibuat hanya untuk kepentingan politik. Seperti reality show mewujudkan mimpi indonesia yang tayang di stasiun RCTI. Semua orang yang melihat tayangan ini pasti sudah tau kalau acara tersebut hanya untuk mendongkark popularitas dari Wiranto dan Hari Tanoesoedibjo yang berniat mencalonkan diri sebagai capres dan cawapres pada pemilu 2014. Acara tersebut juga sudah pernah ditegur oleh KPI pada bulan februari lalu. Karena salah satu episodenya menampilkan Wiranto yang menyamar sebagai tukang becak di kota Solo.
"KPI menilai bahwa program siaran tersebut telah dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi pemilik lembaga penyiaran bersangkutan dan/atau kelompoknya. Hary Tanoesoedibjo selaku pemilik lembaga penyiaran adalah Ketua Pertimbangan dan Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) Partai Hanura. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas perlindungan kepentingan publik," isi Teguran Tertulis tertanggal 12 Februari yang tertera dalam situs resmi KPI.
            Dan dari pengamatan yang saya lakukan pada jumat 16 Mei 2014, acara mewujudkan mimpi Indonesia sudah tidak lagi menampilkan dua figur tersebut.
Pada 17 Mei 2014 kemarin saya juga menyaksikan acara super trap yang tayang di Trans TV. acara ini bertema rekayasa jebakan dan bertujuan untuk menghibur atau membuat orang tertawa. Tapi, saat menonton acara tersebut menurut saya sama sekali tidak lucu dan tidak membuat saya tertawa. Pada segmen pertama acara tersebut menampilkan duo sabun colek dan kelompok pecinta alam yang mengikuti semacam latihan kepolisian. Lalu mereka tidak menyadari kalau sedang dikerjain. Begitu pun pada segmen berikutnya yang menampilkan Saipul Jamil dan pejalan kaki yang dijebak dan dikejutkan oleh segerombolan orang yang berpenampilan seperti bayi mengerubunginya. Dan Setelah tahu dikerjain, ekspresi mereka biasa saja dan kelihatan kalau itu sduah pakai scenario. Benar-benar tidak kreatif dan lebay. Tujuannya untuk menghibur, tapi saya tidak merasa terhibur malah saya merasa geli sendiri ketika menonton acara tersebut.
            reality show tersebut sebenarnya sudah pernah mendapat teguran oleh KPI. Karena salah satu episodenya yang tayang pada tahun 2012 dinilai tidak etis, tidak bermoral dan melanggar privasi karena memasang kamera tersembunyi di toilet. yang sudah jelas tertulis pada PERATURAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA terbaru yakni Nomor 01/P/KPI/03/2012 tentang PEDOMAN PERILAKU PENYIARAN pada Bagian Keenam tentang Perekaman Tersembunyi Program Nonjurnalistik pada pasal 32 disebutkan: Lembaga penyiaran yang melakukan peliputan program nonjurnalistik dengan menggunakan rekaman tersembunyi wajib mengikuti ketentuan sebagai berikut:a. tidak untuk merugikan pihak tertentu;b. jika usaha perekaman tersembunyi diketahui oleh orang yang menjadi objek dalam perekaman, maka perekaman tersembunyi wajib dihentikan sesuai dengan permintaan;c. tidak disiarkan apabila orang yang menjadi objek dalam perekaman menolak hasil rekaman untuk disiarkan;d. tidak disiarkan secara langsung; dan e. tidak melanggar privasi orang-orang yang kebetulan terekam.
Memang sudah banyak reality show yang ditegur dan dihentikan penayangannya oleh KPI seperti reality show termehek-mehek (Trans TV), tukar nasib (SCTV), Play boy kabel (SCTV), dan masih banyak lagi. Harusnya hal itu menjadi pelajaran bagi stasiun-stasiun televis dalam membuat tayangan yang tidak hanya mengejar rating. Tapi juga memikirkan dampak sosial serta mematuhi aturan-aturan yang ada. Dengan banyaknya pengalaman dari stasiun-staiun televisi tersebut harusnya mereka sudah bisa memilah mana tayangan yang layak di pertontonkan mana yang tidak.
Sebenarnya masih ada juga acara reality show yang lebih layak di tonton seperti Bedah rumah. Tapi acara tersebut sudah lama hilang dari layar kaca, apalagi kalau bukan karena rating.
Masih banyak cara lain yang bisa dilakukan untuk menghibur masyarakat melalui televisi dan acara reality show. Banyak cerita-serita yang inspiratif dimasyarakat  yang lebih layak diangkat ke dalam acara reality show.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar