Dipublikasikan dalam harian Berita Kota Kendari 20 Mei 2015
Setelah 70 tahun kemerdekaan Indonesia, makna dan
semangat kebangkitan nasional sudah mulai luntur. Hari ini diperingati hanya
sebatas melakukan upacara bendera dan menyanyikan lagu wajib nasional, setelah
itu selesai. Mungkin hanya segelintir orang saja yang benar-benar memaknai hari
ini. Dengan masalah di negeri ini yang sangat kompleks, harusnya hari
kebangkitan nasional dapat dimaknai dengan wujud dan tindakan nyata sebagaimana
cita-cita di balik hari bersejarah tersebut.
Presiden Joko Widodo telah mencanangkan
sebuah program untuk mengatasi kebobrokan mental dan moral anak bangsa dengan
jargonnya “Revolusi Mental”. Revolusi mental memang sangat diperlukan bangsa
Indonesia saat ini untuk mengembalikan moral dan etika anak bangsa. Kepribadian
bangsa Indonesia yang tercermin dalam Pancasila sudah tidak sesuai dengan
realita yang ada di masyarakat. Tapi, program revolusi mental tersebut tidak
akan berjalan sesuai yang diinginkan apabila tidak didukung oleh semua pihak
yang bertanggung jawab. Bukan hanya pemerintah, tapi program ini harus didukung
oleh semua lapisan masyarakat. Khususnya kita sebagai generasi penerus bangsa.
Di hari Kebangkitan nasioanal ini harusnya sudah ada langkah nyata dalam
melaksanakan revolusi mental tersebut. Sebagaimana yang kita saksikan setiap
hari masalah politik, ekonomi, sosial dan lain-lain silih berganti memenuhi
layar kaca yang mestinya segera diatasi.
Pendidikan yang dulunya diperjuangkan untuk anak
Indonesia agar lepas dari kebodohan masih tidak dapat dinikmati oleh semua anak-anak
negeri ini. Banyak sekolah di daerah pedalaman yang memiliki gedung tidak layak
pakai dan jauhnya jarak yang harus ditempuh untuk ke sekolah. Banyak pula anak
yang putus sekolah karena himpitan ekonomi.
Selain itu, narkoba dan pergaulan bebas juga masih
menjadi masalah terbesar yang mengancam masa depan generasi muda. Presiden
Jokowi sudah menetapkan Indonesia darurat narkoba karena narkoba sudah sangat
mengancam masa depan generasi muda Indonesia. Di mana menurut data BNN jumlah
pengguna narkoba diperkiran ada sebanyak 3,8 juta orang yang pernah pakai
narkoba dalam setahun terakhir (current
Users) pada kelompok usia 10-59 tahun di tahun 2014 di Indonesia. Beberapa bulan terakhir, polisi sudah
membongkar berbagai kasus penyelundupan dan pengedaran narkoba dengan bermacam
modusnya. Tapi untuk masalah narkoba ini bukan hanya pengedaran narkoba yang
harus dihentikan, tapi bagaimana mencegah agar tidak ada lagi anak Indonesia
yang mengonsumsi dan bergantung dengan barang haram itu.
Banyaknya kasus pernikahn dini karena hamil di luar
nikah, yang disebabkan karena pergaulan bebas dan rasa ingin tahu remaja yang
sangat besar dan tidak terarah dengan benar dan cenderung mengikuti tingkah
laku teman pergaulan ataupun yang dianggap panutan hingga menjerumuskan mereka.
Pengaruh budaya Barat dan gaya hidup hedonis membuat moral dan etika tak lagi
penting. Seperti yang sedang hangat dibicarakan saat ini, prostitusi online yang melibatkan para model dan
artis. Yang sebenarnya dengan profesi mereka sebagai artis, mereka sudah
mendapat penghasilan yang tinggi. Tapi karena gaya hidup, mereka mengejar
penghasilan yang lebih tinggi dengan cara yang instan akhirnya menyebabkan
mereka terjerumus ke dalam dunia hitam. Padahal dunia hiburan merupakan ladang
kreativitas yang seharunya dimanfaatkan oleh para artis tersebut untuk
berkarya.
Bukan hanya itu, korupsi masih menjadi penyakit akut
para pejabat dan pemangku kekuasaan di negeri ini. Hukum lebih tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
Ketidakaadilan ada di mana-mana. Kita juga melihat bagaimana para elit politik
hanya memikirkan bagaimana cara mereka mendapatkan kekuasaan. Bukan bagaimana
cara mereka memperjuangkan hak rakyat.
Hari kebangkitan nasional harusnya dimaknai bukan
hanya dengan melakukan upacara bendera ataupun menyanyikan lagu wajib. Tetapi
bagaimana kita memaknai hari ini dengan kegiatan-kegiatan positif yang
menghasilkan sebuah karya nyata. Kitalah generasi muda Indonesia, di tangan
kitalah kelak nasib bangsa ini dipertaruhkan. Kitalah yang akan menjadi
tokoh-tokoh Indonesia selanjutnya. Kita bisa memulai perubahan dengan
merevolusi mental diri kita sendiri. Kita bisa berkarya dalam bidang apapun
yang sedang kita geluti.
Misalnya, dalam bidang Fotografi, melalui sebuah karya
foto kita bisa menggambarkan realita, kita bisa menjelaskan bagaimana
ketidakadilan itu ada, menggambarkan kemiskinan dan masih banyak lagi hal-hal
yang bisa disampaikan hanya dengan sebuah foto. Dalam sebuah foto ada
nilai-nilai kemanusiaan di sana. Seperti yang dijelaskan oleh Yusuf Muhammad
(Jurnalis foto Reuters) dalam seminar
dan workshop fotografi di Kendari,
baru-baru ini. Perang Amerika dan Vietnam dapat dihentikan karena dua foto yang
menggambarkan bagaimana akibat dan penderitaan yang ditimbulkan dari sebuah
peperangan. Di sini kita dapat melihat bagaimana sesuatu yang kecil bisa
membuat perubahan yang besar dan sang fotografer menolong banyak orang hanya
dengan foto.
Dalam bidang apapun sama, apapun yang kita lakukan
kalau itu bisa bermanfaat buat orang lain itu berarti kita sudah membuat
perubahan yang nyata. Kita sudah memaknai kebangkitan nasional dengan sebuah
karya, bukan hanya diam dan menutup mata. Seperti kata pepatah “Jangan tanyakan
apa yang sudah Negara berikan padamu, Tapi tanyakan apa yang sudah kau berikan
pada Negaramu.”
Negara sudah memberikan banyak hal pada kita dengan
kemerdekaan yang bisa kita rasakan hari ini. Sekarang saatnya kita bangkit dan
berkarya agar kita dapat memberikan sesuatu yang berharga untuk NKRI tercinta.***
Wulan Supiani