Minggu, 31 Mei 2015

Arti Sebuah Kebangkitan dalam Karya Anak Bangsa

 Dipublikasikan dalam harian Berita Kota Kendari 20 Mei 2015




Semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia. Itulah yang mendasari awal terbentuknya Budi Utomo (Boedi Utomo)  yang menjadi cikal bakal Hari Kebangkitan Nasional yang diperingati setiap tanggal 20 Mei. Pada hari itu, 107 tahun yang lalu Budi Utomo didirikan oleh para pemuda yang memiliki tekad kuat untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Gunawan, Sutomo, dr. Tjipto Mangunkusumo, dr. Douwes Dekker, Suwardi Suryoninggrat (Ki Hajar Dewantara), dll adalah tokoh-tohoh sejarah kebangkitan nasional yang mendirikan Budi Utomo. Harapan mereka untuk untuk meningkatkan pendidikan bagi anak-anak Indonesia dan lepas dari belenggu penjajah. Tujuannya dapat mengejar ketertinggalan bangsa Indonesia yang saat itu hidup dalam penderitaan dan kebodohan akibat penjajahan. Dari semangat kebangkitan nasional inilah kemerdekaan bangsa Indonesia dapat diproklamirkan pada 1945.

Setelah 70 tahun kemerdekaan Indonesia, makna dan semangat kebangkitan nasional sudah mulai luntur. Hari ini diperingati hanya sebatas melakukan upacara bendera dan menyanyikan lagu wajib nasional, setelah itu selesai. Mungkin hanya segelintir orang saja yang benar-benar memaknai hari ini. Dengan masalah di negeri ini yang sangat kompleks, harusnya hari kebangkitan nasional dapat dimaknai dengan wujud dan tindakan nyata sebagaimana cita-cita di balik hari bersejarah tersebut.

Presiden Joko Widodo telah mencanangkan sebuah program untuk mengatasi kebobrokan mental dan moral anak bangsa dengan jargonnya “Revolusi Mental”. Revolusi mental memang sangat diperlukan bangsa Indonesia saat ini untuk mengembalikan moral dan etika anak bangsa. Kepribadian bangsa Indonesia yang tercermin dalam Pancasila sudah tidak sesuai dengan realita yang ada di masyarakat. Tapi, program revolusi mental tersebut tidak akan berjalan sesuai yang diinginkan apabila tidak didukung oleh semua pihak yang bertanggung jawab. Bukan hanya pemerintah, tapi program ini harus didukung oleh semua lapisan masyarakat. Khususnya kita sebagai generasi penerus bangsa. Di hari Kebangkitan nasioanal ini harusnya sudah ada langkah nyata dalam melaksanakan revolusi mental tersebut. Sebagaimana yang kita saksikan setiap hari masalah politik, ekonomi, sosial dan lain-lain silih berganti memenuhi layar kaca yang mestinya segera diatasi.

Pendidikan yang dulunya diperjuangkan untuk anak Indonesia agar lepas dari kebodohan masih tidak dapat dinikmati oleh semua anak-anak negeri ini. Banyak sekolah di daerah pedalaman yang memiliki gedung tidak layak pakai dan jauhnya jarak yang harus ditempuh untuk ke sekolah. Banyak pula anak yang putus sekolah karena himpitan ekonomi.

Selain itu, narkoba dan pergaulan bebas juga masih menjadi masalah terbesar yang mengancam masa depan generasi muda. Presiden Jokowi sudah menetapkan Indonesia darurat narkoba karena narkoba sudah sangat mengancam masa depan generasi muda Indonesia. Di mana menurut data BNN jumlah pengguna narkoba diperkiran ada sebanyak 3,8 juta orang yang pernah pakai narkoba dalam setahun terakhir (current Users) pada kelompok usia 10-59 tahun di tahun 2014 di Indonesia.  Beberapa bulan terakhir, polisi sudah membongkar berbagai kasus penyelundupan dan pengedaran narkoba dengan bermacam modusnya. Tapi untuk masalah narkoba ini bukan hanya pengedaran narkoba yang harus dihentikan, tapi bagaimana mencegah agar tidak ada lagi anak Indonesia yang mengonsumsi dan bergantung dengan barang haram itu.

Banyaknya kasus pernikahn dini karena hamil di luar nikah, yang disebabkan karena pergaulan bebas dan rasa ingin tahu remaja yang sangat besar dan tidak terarah dengan benar dan cenderung mengikuti tingkah laku teman pergaulan ataupun yang dianggap panutan hingga menjerumuskan mereka. Pengaruh budaya Barat dan gaya hidup hedonis membuat moral dan etika tak lagi penting. Seperti yang sedang hangat dibicarakan saat ini, prostitusi online yang melibatkan para model dan artis. Yang sebenarnya dengan profesi mereka sebagai artis, mereka sudah mendapat penghasilan yang tinggi. Tapi karena gaya hidup, mereka mengejar penghasilan yang lebih tinggi dengan cara yang instan akhirnya menyebabkan mereka terjerumus ke dalam dunia hitam. Padahal dunia hiburan merupakan ladang kreativitas yang seharunya dimanfaatkan oleh para artis tersebut untuk berkarya.
Bukan hanya itu, korupsi masih menjadi penyakit akut para pejabat dan pemangku kekuasaan di negeri ini.  Hukum lebih tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Ketidakaadilan ada di mana-mana. Kita juga melihat bagaimana para elit politik hanya memikirkan bagaimana cara mereka mendapatkan kekuasaan. Bukan bagaimana cara mereka memperjuangkan hak rakyat.

Hari kebangkitan nasional harusnya dimaknai bukan hanya dengan melakukan upacara bendera ataupun menyanyikan lagu wajib. Tetapi bagaimana kita memaknai hari ini dengan kegiatan-kegiatan positif yang menghasilkan sebuah karya nyata. Kitalah generasi muda Indonesia, di tangan kitalah kelak nasib bangsa ini dipertaruhkan. Kitalah yang akan menjadi tokoh-tokoh Indonesia selanjutnya. Kita bisa memulai perubahan dengan merevolusi mental diri kita sendiri. Kita bisa berkarya dalam bidang apapun yang sedang kita geluti.

Misalnya, dalam bidang Fotografi, melalui sebuah karya foto kita bisa menggambarkan realita, kita bisa menjelaskan bagaimana ketidakadilan itu ada, menggambarkan kemiskinan dan masih banyak lagi hal-hal yang bisa disampaikan hanya dengan sebuah foto. Dalam sebuah foto ada nilai-nilai kemanusiaan di sana. Seperti yang dijelaskan oleh Yusuf Muhammad (Jurnalis foto Reuters) dalam seminar dan workshop fotografi di Kendari, baru-baru ini. Perang Amerika dan Vietnam dapat dihentikan karena dua foto yang menggambarkan bagaimana akibat dan penderitaan yang ditimbulkan dari sebuah peperangan. Di sini kita dapat melihat bagaimana sesuatu yang kecil bisa membuat perubahan yang besar dan sang fotografer menolong banyak orang hanya dengan foto.

Dalam bidang apapun sama, apapun yang kita lakukan kalau itu bisa bermanfaat buat orang lain itu berarti kita sudah membuat perubahan yang nyata. Kita sudah memaknai kebangkitan nasional dengan sebuah karya, bukan hanya diam dan menutup mata. Seperti kata pepatah “Jangan tanyakan apa yang sudah Negara berikan padamu, Tapi tanyakan apa yang sudah kau berikan pada Negaramu.” 

Negara sudah memberikan banyak hal pada kita dengan kemerdekaan yang bisa kita rasakan hari ini. Sekarang saatnya kita bangkit dan berkarya agar kita dapat memberikan sesuatu yang berharga untuk NKRI tercinta.***



Wulan Supiani

Sepotong Raga Tanpa Jiwa


Perjalananmu hari ini masih sama seperti kemarin dan hari-hari sebelumnya. Setiap detik yang kau lalui hanya untuk memunguti sisa-sisa kenangan yang tersimpan dalam memori otakmu. Ada banyak peristiwa yang terekam, namun yang berseliweran di sana hanya ada satu nama. Satu nama yang tiap kali kau mengingatnya akan membuat jantungmu bekerja berkali-kali lipat dari biasanya. Satu nama yang melahirkan sebuah rasa yang selalu memaksamu mengesampingkan logika. Rasa yang menumbuhkan berjuta harapan dan membuatmu melayang karena pesonanya. Rasa yang setiap getarnya selalu berbuah rindu akan hadirnya.

Namun, kini tiap detik yang menggetarkanmu itu, ada sembilu di sana yang mengiris-iris harapanmu. Ada perih yang tak tertahankan kau rasa. Bagai ribuan jarum yang menusuk-nusuk relung hatimu. Hingga mimpi yang menggunung tadi hancur, lebur menjadi buih. Yang tersisa hanya butiran-butiran bening yang mengalir dari sudut matamu.

Kau melewati waktumu entah sudah sekian ratus jam. Tapi hanya ragamu saja yang menjalaninya. Sedang nyawamu tertinggal pada satu titik di mana kenangan-kenangan itu berada. Kau hidup dengan jiwa yang rapuh. Dalam dunia yang sunyi di tengah keramaian hari. Menyusuri lorong-lorong labirin kehidupan yang gulita. Hampa selalu menyergapmu. Kau pun terpojok di sudut kepasrahan. Kau hanya menjalani waktu yang diberikan tuhan padamu. Berharap kehidupan yang gersang ini akan segera berakhir. Kau tak mencoba mengakhiri hidup ini sendiri, kau hanya menunggu kapan dia akan memanggilmu. Karena dengan begitu kau tetap bisa menemukan kenanganmu, meskipun perih itu selalu datang bersama ingatanmu.

Kau masih menjalani rutinitasmu. Tampak normal, meskipun kau lelah. Kau tetap tersenyum pada siapa saja yang kau temui. Walau kadang kau menangis di depan mereka tanpa mereka ketahui. Kau ternyata sangat pandai berakting. Tidak. Kau bukan pandai. Kau memang hanya menjalankan peranmu di dunia yang toh tak seorang pun yang ingin peduli. Bukankah dunia ini memang hanyalah sebuah panggung sandiwara di mana setiap orang hanya melakoni perannya masing-masing? Harusnya kau sudah mendapatkan penghargaan tertinggi atas prestasimu yang telah memainkan peranmu dengan sangat apik, hingga tak seorangpun yang tahu bahwa kau benar-benar hanya sedang berakting.

Tak ada yang bertanya bagaimana hari-hari yang kau lalui. Tak ada yang ingin tahu apa saja yang kau lakukan. Apakah kau sudah makan atau belum? Kenapa kau murung? Atau kemana saja kau hari ini? Karena itu, yang kau lakukan hanya mengingat dan mengenang masa lalu. Karena di masa lalu kau bisa menemukan apa pun yang kau cari. Selalu ada perhatian kecil darinya yang selalu menerbitkan senyum manismu. Walau hanya ada rasa getir yang kau rasakan kini saat mengingatnya.

Dirimu memang telah hilang bersama waktu yang telah berlalu. Bahagiamu telah lama lenyap bersama terbenamnya mentari di suatu senja. Tapi kenangan yang kau jalani selalu hidup dalam kepingan-kepingan harapan yang telah berusaha kau susun kembali. Meskipun takkan pernah utuh lagi. Aku tahu betul apa yang kau rasakan itu. Karena dirimu adalah aku. Kita kini hanyalah sepotong raga tanpa jiwa yang merana.

23.30
Rabu, 29 april 2015
Dari sebongkah hati yang rapuh, kehilangan unsur hidupnya.