Minggu, 31 Mei 2015

Sepotong Raga Tanpa Jiwa


Perjalananmu hari ini masih sama seperti kemarin dan hari-hari sebelumnya. Setiap detik yang kau lalui hanya untuk memunguti sisa-sisa kenangan yang tersimpan dalam memori otakmu. Ada banyak peristiwa yang terekam, namun yang berseliweran di sana hanya ada satu nama. Satu nama yang tiap kali kau mengingatnya akan membuat jantungmu bekerja berkali-kali lipat dari biasanya. Satu nama yang melahirkan sebuah rasa yang selalu memaksamu mengesampingkan logika. Rasa yang menumbuhkan berjuta harapan dan membuatmu melayang karena pesonanya. Rasa yang setiap getarnya selalu berbuah rindu akan hadirnya.

Namun, kini tiap detik yang menggetarkanmu itu, ada sembilu di sana yang mengiris-iris harapanmu. Ada perih yang tak tertahankan kau rasa. Bagai ribuan jarum yang menusuk-nusuk relung hatimu. Hingga mimpi yang menggunung tadi hancur, lebur menjadi buih. Yang tersisa hanya butiran-butiran bening yang mengalir dari sudut matamu.

Kau melewati waktumu entah sudah sekian ratus jam. Tapi hanya ragamu saja yang menjalaninya. Sedang nyawamu tertinggal pada satu titik di mana kenangan-kenangan itu berada. Kau hidup dengan jiwa yang rapuh. Dalam dunia yang sunyi di tengah keramaian hari. Menyusuri lorong-lorong labirin kehidupan yang gulita. Hampa selalu menyergapmu. Kau pun terpojok di sudut kepasrahan. Kau hanya menjalani waktu yang diberikan tuhan padamu. Berharap kehidupan yang gersang ini akan segera berakhir. Kau tak mencoba mengakhiri hidup ini sendiri, kau hanya menunggu kapan dia akan memanggilmu. Karena dengan begitu kau tetap bisa menemukan kenanganmu, meskipun perih itu selalu datang bersama ingatanmu.

Kau masih menjalani rutinitasmu. Tampak normal, meskipun kau lelah. Kau tetap tersenyum pada siapa saja yang kau temui. Walau kadang kau menangis di depan mereka tanpa mereka ketahui. Kau ternyata sangat pandai berakting. Tidak. Kau bukan pandai. Kau memang hanya menjalankan peranmu di dunia yang toh tak seorang pun yang ingin peduli. Bukankah dunia ini memang hanyalah sebuah panggung sandiwara di mana setiap orang hanya melakoni perannya masing-masing? Harusnya kau sudah mendapatkan penghargaan tertinggi atas prestasimu yang telah memainkan peranmu dengan sangat apik, hingga tak seorangpun yang tahu bahwa kau benar-benar hanya sedang berakting.

Tak ada yang bertanya bagaimana hari-hari yang kau lalui. Tak ada yang ingin tahu apa saja yang kau lakukan. Apakah kau sudah makan atau belum? Kenapa kau murung? Atau kemana saja kau hari ini? Karena itu, yang kau lakukan hanya mengingat dan mengenang masa lalu. Karena di masa lalu kau bisa menemukan apa pun yang kau cari. Selalu ada perhatian kecil darinya yang selalu menerbitkan senyum manismu. Walau hanya ada rasa getir yang kau rasakan kini saat mengingatnya.

Dirimu memang telah hilang bersama waktu yang telah berlalu. Bahagiamu telah lama lenyap bersama terbenamnya mentari di suatu senja. Tapi kenangan yang kau jalani selalu hidup dalam kepingan-kepingan harapan yang telah berusaha kau susun kembali. Meskipun takkan pernah utuh lagi. Aku tahu betul apa yang kau rasakan itu. Karena dirimu adalah aku. Kita kini hanyalah sepotong raga tanpa jiwa yang merana.

23.30
Rabu, 29 april 2015
Dari sebongkah hati yang rapuh, kehilangan unsur hidupnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar