Dita adalah seorang gadis biasa. Dia tidak suka
keramaian dan menjadi pusat perhatian orang. Dia lebih suka ke tempat yang sepi
dan menyendiri disaat orang lain sedang berkumpul. Dia lebih suka menghabiskan
waktu di perpustakaan membaca buku, daripada nongkrong di kantin bersama
teman-teman. Dia lebih memilih diam disaat orang lain berbicara. Pendiam,
tertutup, dan kuper. Karena itulah
tidak banyak yang mau berteman dengannya. Tapi Dita tidak pernah merasa sepi
dan sendirian. Karena buku dan sunyi adalah temannya.
Seperti biasa saat jam istirahat tiba Dita akan
melangkahkan kakinya ke perpustakaan dengan menenteng sebuah buku yang tebalnya
sekitar 500 halaman. “Mau pinjam buku lagi Dita?” sapa penjaga perpustakaan
yang sudah mengenal Dita sebagai pengunjung tetap di perpustakaan.
“Tidak Bu, hanya mau numpang baca saja.” Jawab Dita
dengan senyum ramah lalu berjalan menuju bangku yang biasa ia tempati.
Saat Dita baru saja duduk tiba-tiba, terdengar suara
teriakan dari bawah meja. “Aaaaaaaaaa…” Kaget Dita langsung menoleh kearah
suara tersebut. Di sana dia mendapati seorang cowok sedang meringis kesakitan.
“ Kamu kenapa?” tanyanya polos.
Cowok itu tidak menjawab hanya tangan kirinya yang
bergerak menunjuk kaki Dita yang menginjak jari tangan kanannya.
“Oh sorry, sorry“ Kata Dita sambil memindahkan
kakinya yang menginjak jari cowok itu. Kemudian Dita membantu cowok itu keluar
dari kolong meja.
“Tidak papa, aku yang salah tidur di kolong meja.” kata
cowok itu. Dita hanya tersenyum lalu beranjak pergi, tapi cowok itu menarik
lengannya “Tunggu”. Dita berbalik dan pandangan mereka beradu sesaat. “Anandita
Yuliana” ucap cowok itu membaca papan nama Dita. Kemudian matanya beralih ke tangan
Dita yang memegang sebuah buku. “Kamu suka baca buku disini?” Dita hanya diam
dan menarik lengannya yang masih dipegang cowok itu. Kemudian melangkah untuk
pergi. Baru beberapa langkah, Dita mendengar suara cowok itu lagi. “Kamu tidak
tahu siapa aku?” Dita menghentikan langkahnya dan berbalik menatap cowok itu.
Dia belum pernah melihat cowok itu sebelumnya.
“Memangnya kamu siapa” seiring pertanyaan itu keluar
dari mulut Dita bel tanda istirahat selesai berbunyi. Ditapun langsung pergi
meninggalkan cowok itu yang masih berdiri terpaku di tempatnya.
Siang itu Dita sedang berjalan
menuju perpustakaan. Saat melewati lapangan, Dita menghentikan langkahnya. Dia
melihat cowok yang kemarin ditemuinya di perpustakaan. Cowok itu sedang bermain
basket bersama beberapa orang. Tampak dia sedang berlari dan memutar tubuhnya
menghindar dari lawan dengan sesekali memantulkan bola ke tanah. Kemudian
dengan santai melempar bola itu ke ring. Bola itu sempat berputar-putar
beberapa saat sebelum akhirnya masuk ke dalam ring dan terpantul di tanah. Tepuk
tangan terdengar dari beberapa orang yang sedang menyaksikan di pinggir
lapangan. Sementara cowok itu terlihat sedang tertawa sembari melakukan tos
dengan dua temannya. Dita tersenyum menyaksikan pemandangan itu ,“Siapa
sebenarnya dia?” ucap Dita lirih.
Dita adalah orang yang tidak suka dengan
keramaian, sehingga Dita selalu berusaha datang sekolah sepagi mungkin. Selain
itu ada hal yang selalu dia lakukan saat baru tiba di sekolah. Tapi sudah
beberapa hari ini pikiran dita selalu terganggu oleh bayangan cowok itu. Cowok
yang ditemuinya di perpustakaan. “ Siapa sebenarnya dia?” Pertanyaan itu selalu
mengusik benaknya.
Dita terus berjalan menyusuri koridor sekolahnya
dan berhenti melangkah di depan mading.
Matanya menatap petak kosong di mading itu. Tempat dia selalu menempelkan
puisinya di pagi hari. Tapi, keesokan harinya puisi itu pasti tidak akan
ditemuinya lagi ditempatnya. Dita menghembuskan nafas, lalu tangannya meraih
sebuah kertas dari dalam tasnya. Saat dita hendak menempelkan kertas itu, tidak
sengaja dia melihat sebuah artikel di sampingnya. Dengan gambar seorang cowok
yang sedang memegang piala. Cowok yang akhir-akir ini mengganggu pikirannya.
Untuk beberapa saat Dita memandang foto itu, kemudian matanya beralih kebagian
bawah foto dan membaca artikelya.
“Namanya Reynand Aditia,” ucap Dita dalam hati.
Dari artikel itu Dita tahu kalau cowok yang ternyata bernama Reynand Aditia itu
adalah ketua osis di sekolahnya. “Jadi itu maksudnya.” Dita kembali memandang
foto Reynand. “Dia tampan dan pintar,” ucapnya. Tatapan Dita lalu beralih pada
kertas yang ada di tangannya. “Aku bukan siapa-siapa,” ucapnya lirih. Ditapun
menempelkan puisinya di mading kemudian pergi tanpa menoleh lagi.
Dita tak menyadari ada sepasang mata
di ujung koridor yang terus mengamatinya sejak tadi. Saat Dita melangkah pergi,
cowok yang sedari tadi memperhatikannya menghampiri mading. Mata cowok itu
tertuju pada kertas yang di tempel Dita. Di sudut kertas terdapat inisial AY.
Lalu matanya beralih ke poster disamping puisi itu dimana wajahnya terpampang
dengan jelas disana. Buru-buru dia mancabut puisi itu dan berlari mengejar
Dita.
“AY…” Dita menghentikan langkahnya
saat mendengar inisial namanya disebut oleh seseorang. Dita menoleh dan
dilihatnya Reynand yang sedang berlari kearahnya. Dengan napas memburu reynand
menghampiri Dita. “AY,” Ucap Reynand lagi. dahi Dita berkerut. Bingung melihat
Reynand pagi-pagi begini mengejarnya sambil terus mengucapkan inisial namanya.
Seakan membaca kebingungan Dita,
reynand mengeluarkan setumpuk kertas dari tasnya. Tentu saja dita langsung
mengenali kertas-kertas itu. Kertas-kertas itu adalah puisi-puisinya yang
selama ini ditempelkan di mading. Puisi yang tak pernah dilihatnya keesokan
harinya. Dan ternyata ada pada Reynand. “AY… Anandita Yuliana” Reynand memecah kesunyian.
“ Harusnya aku sudah menyadarinya” kini senyum terukir di wajah tampannya. Dita
tidak sanggup untuk mengatakan sepatah katapun untuk menjelaskan perasaannya
saat ini. Dia sangat bahagia…. ***
Wulan Supiani