Senin, 16 Februari 2015

Waktu


Jarum jam terus berdetak. Waktu terus bergulir. Siang telah beranjak menuju senja. Namun, tak tampak semburat jingga di ufuk barat. Sebaliknya, awan gelap dan tebal memenuhi langit. Selang beberapa saat rintik mulai turun bersama angin yang membelai lembut, hingga membuat bulu kudukku meremang. Tak lama, rintik mulai berubah menjadi hujan yang semakin lama semakin deras. Tak ada kilat ataupun petir yang membuat suasana semakin mencekam. Hari pun mulai berganti malam. Meninggalkan aku yang masih mencoba untuk bersama masa lalu. Mencari puing kenangan agar tetap merasa hidup.

Kenangan. Sebuah moment yang walau hanya sedetik pun rasanya begitu berarti. Namun, begitu cepat terlewati. Karena tak ada waktu yang abadi. Detik demi detik berganti dan membuatku terdampar di waktu yang tak kukenali. Waktu di mana aku hanya dapat menjelajah masa lalu. Mencari kenangan.

Dalam gelap ditemani hujan yang tak berniat mengakhiri derasnya. Aku masih terperangkap dalam bayang-bayang masa lalu. Aah… hari ini pun akan segera berlalu dan ternyata waktu sudah terlalu jauh meninggalkanku.  

Bukankah Tuhan sudah berfirman, demi waktu dan manusia berada dalam kerugian? Lalu kemana aku akan mencari waktuku yang hilang? Tak terasa butiran bening jatuh dari sudut mataku. Menangislah jika itu dapat membuatmu lebih baik. Sebuah pepatah bijak mengingatkanku dan satu tetes itu berubah menjadi luapan rasa yang terpendam.

Sementara malam semakin larut, hujan pun tak berhenti menurunkan lebatnya. Aku ingin lelap dengan air mata ini, dengan sejuta kenangan ini. Berharap hujan dapat menghapus semua kenangan itu dan aku tetap hidup.

Cahaya itu menyilaukan, tak ada lagi awan tebal dan gelap. Ternyata sang mentari menyambutku. Ini mimpi dan aku tak ingin bangun lagi.***


 Wulan Supiani

14 februari 2014

Malam minggu di hari valentine yang tak istimewa, seperti biasanya…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar